Artikel Lainnya :
- Menata Ruang Tamu Di Rumah Anda
- Kamar Mandi : Desain Sesuai Cara Mandi
- Menyelaraskan Rumah + Taman Minimalis
- Konsep Taman Rumah
- Memilih Skema Warna Untuk Interior Rumah
- 10 Tips Jitu Menjual Rumah Agar Cepat Laku
- Jika Rumah Anda Terasa Sempit
- Tips Hemat AC
Adakalanya ketika sebagian orang atau mungkin anda
memutuskan untuk membeli sebuah rumah merasa kurang puas, ketidakpuasan
tersebut dapat saja dengan alibi yang beraneka macam. Desain rumah
yang dirasa kurang cocok, lokasi yang kurang strategis, atau mungkin
harga yang anda anggap kurang pantas diberikan pada sebuah produk
(rumah) jika ditinjau dari kualitas rumah tersebut. Untuk anda yang
memiliki budget berlebih mungkin anda tidak terlalu pusing,
anda tinggal menentukan kriteria rumah yang anda inginkan (desain,
lokasi, atau developer dari yang menjual jasa perumahan, dsb) kemudian
anda bisa langsung membeli. Tapi bagi sekelompok orang yang tidak
termasuk dalam golongan ‘the have’ tentu bakal sedikit lebih
pusing yah? banyak hal yang harus dimasukkan dalam daftar seleksi.
Misalnya saja: dengan budget 90 jt desain seperti apakah yang cocok,
bagaimana kualitas bangunannya, dimana lokasinya, developer nya bonafid atau tidak, dsb.
Seringkali perumahan-perumahan yang dibangun oleh beberapa developer
memiliki jenis kesalahan yang seragam, buta akan etika profesi, tidak
menggunakan hati nurani, tidak memilki rasa malu atas kewajiban dan
tangung jawabnya, melakukan pembenaran atas asas ekonomi yang salah
kaprah didalam otak ‘mamalia’ pimpinan dan selanjutnya mengambil
keuntungan atas sesuatu yang bukan merupakan haknya, dsb. Anda percaya?
Kalau anda masih ragu-ragu saya akan tunjukkan, dimana letak persamaan
(dalam hal kesalahan) dari para developer tersebut.. Beberapa developer menghasilkan produk (bangunan) dengan kualitas bangunan yang buruk, hal ini biasanya terjadi karena developer
tersebut mensub-kontrakkan pembangunan rumah kepada para sub-kontraktor
(dalam hal ini kita sebut saja: Sub-kontraktor tingkat pertama),
selanjutnya sub-kontraktor tingkat pertama mensub-kontrakkan proyek
tersebut kepada sub-kontarktor tingkat kedua, dst.
Bayangkan saja jika proses subtitusi pembangunan rumah itu terjadi beberapa kali, dan setiap sub-kontraktor mengambil keuntungan masing-masing? Akibatnya Biaya produksi bangunan
untuk setiap unitnya makin berkurang, efek dari berkurangnya biaya
produksi bangunan tersebut adalah terbatasnya anggaran untuk membeli
material yang berkualitas dan mempekerjakan tukang atau tenaga yang
ahli, ditambah lagi dengan pelaksanaan pekerjaan yang terburu buru untuk
mengejar progress atau deadline membuat kualitas dari produk yang dihasilkan bisa dipastikan buruk, dan sudah pasti yang buruk itu akan mengecewakan.
Untung saja, beberapa orang dari kalangan profesional (Arsitek dan Civil Engineer) yang mengerti tata cara membangun rumah mulai dari tahap pra rencana/pra design,
desain, perencanaan, pelaksanaan+pengawasan, dan pemeliharaan
berinisiatif mendirikan usaha kontraktor (walaupun dalam skala kecil)
untuk melayani jasa renovasi ulang bangunan standar dari developer, atau mungkin membangun bangunan dilahan (kapling) yang kosong. Harganya pun bervariasi, renovasi minor pada bangunan (ex: mendesain kitchen set, mengganti warna cat, membuat tamaan/landscape, kolam renang, dll) hingga renovasi pada tingkat major,
seperti: menambah lantai bangunan, merombak total bangunan kemudian
mendirikan bangunan yang baru, renovasi pada bagian-bagian tertentu yang
dikehendaki oleh pembeli, dll. Masalahnya, berapakah pantasnya harga
rumah ala desainer ini? perlukah anda membeli rumah ini? Atau, bila anda
juga ahli bangunan yang ingin berbisnis dengan model seperti ini
seharusnya berapakah pricing rumah yang akan anda tawarkan?
Kasus 1: Membangun rumah diatas kapling kosong
Dibeberapa perumahan, developer memang menyisakan kapling kosong. Biasanya kapling yang dijual ini diposisi hook,
ada kelebihan tanah, ataupun bentuk yang tidak persegi. Bila kita
pembeli membangun rumah dikapling ini tentunya tidak ada permasalahan.
Namun bila arsitek ini serta merta membangun dengan harapan dijual
kembali tentunya tidak akan semudah diatas. Yang marak terjadi adalah,
rumah yang sudah dibangun dijual dengan harga yang terlalu mahal.
Contoh: Seorang arsitek membeli kapling kopel seluas 150 m^2 dengan harga 300 juta. Setelah dibangun bertingkat, rumah tersebut dibandrol
dengan harga 1,5 milyar. Selang 1/2 tahun, rumah tersebut tidak laku
terjual, dan kini statusnya dikontrakkan. Untuk menghindari kasus
seperti diatas (yang anehenya masih marak terjadi) seharusnya arsitek
menganalisa terlebih dahulu perbandingan rumah dilokasinya. Bila
harganya mencapai 3-4 kali lipat, sedangkan lokasi tidak jauh beda, ada
baiknya usaha penjualan rumah model ini dipertimbangkan kembali.
Kasus 2: Merenovasi Minor (kitchen set, taman, interior, dll)
Membeli rumah dari developer kemudian melakukan renovasi minor tanpa merubah struktur bangunan, dengan budget
hingga 5-20% dari harga asli rumah masih mungkin untuk dibeli oleh
calon pembeli. Kasus ini yang paling diminati, karena tampilan rumah
sudah berubah dari bentuk aslinya dan harga renovasinya tidak terlalu
tinggi. Karena jika harga rumah yang anda beli dan renovasi sudah
terlalu tinggi, besar kemungkinan calon pembeli akan beralih dan memilih
perumahan yang lebih baik.
Bagaimana dengan anda? Apakah anda salah satu dari yang memiliki pengalaman dengan jual-beli rumah ala arsitek seperti ini?
sumber : http://architectaria.com
0 komentar:
Posting Komentar